Hilangnya Sensitivitas Terhadap Tragedi Asap
Senin, 16 September 2019
Tulis Komentar
Konten [Tampil]
Jakarta -
Tahun pertama masa pemerintahan Jokowi-JK, Provinsi Riau juga dilanda asap yang akut, nyaris tak berbeda dengan yang terjadi pada hari-hari belakangan ini. Kala itu, tahun 2015, Bank Indonesia (BI) menyatakan kabut asap yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau berdampak negatif luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya kepada tujuh sektor perjuangan yang terkena dampak langsung.
Secara umum, ketujuh sektor tersebut yaitu hasil penyempitan survei untuk mempermudah memahami sektor-sektor apa saja yang benar-benar terpukul oleh kabut asap. Tujuh sektor tersebut yaitu transportasi, jasa pengiriman, perdagangan, penyedia fasilitas jasa makanan dan minuman, jasa pendidikan dan kesehatan; perkebunan, konstruksi dan properti; perbankan.
Secara umum, ketujuh sektor tersebut yaitu hasil penyempitan survei untuk mempermudah memahami sektor-sektor apa saja yang benar-benar terpukul oleh kabut asap. Tujuh sektor tersebut yaitu transportasi, jasa pengiriman, perdagangan, penyedia fasilitas jasa makanan dan minuman, jasa pendidikan dan kesehatan; perkebunan, konstruksi dan properti; perbankan.
Menurut BI, kajian tersebut merupakan hasil survei cepat terhadap pelaku perjuangan di Kota Pekanbaru dan Dumai selama September hingga 1 Oktober 2015. Responden terdiri dari perusahaan, pemerintah daerah, serta asosiasi pelaku perjuangan ibarat Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo), serta kalangan perbankan.
Kerugian paling besar ada pada sektor transportasi dan jasa pengiriman. Pada sektor transportasi, kabut asap mengakibatkan terganggunya kegiatan Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, bahkan beberapa kali kegiatan penerbangan lumpuh. Akibatnya, penyedia jasa penerbangan mengalami penurunan omzet mencapai lebih dari 50 persen pada bulan September dibandingkan periode yang sama pada tahun kemudian (year on year).
Berdasarkan survei tersebut, penurunan omzet diperkirakan lebih dari Rp 200 miliar untuk penjualan tiket pesawat selama September 2015 dan penurunan lebih dari Rp 1,5 miliar untuk operasional Bandara. Angka tersebut belum termasuk handling fee dan jasa lainnya yang terkait. Dan pahitnya lagi, hingga dengan bulan Oktober tahun itu diperkirakan penurunan omzet lebih dari 60%.
Kemudian, pada sektor jasa pengiriman juga telah terjadi gangguan pengiriman barang dari dan menuju Riau sehingga berdampak terhadap penurunan omzet jasa pengiriman barang yang mencapai 90%. Hal itu terjadi lantaran didorong oleh meningkatnya biaya distribusi hingga 60% jawaban pengalihan rute pengiriman barang melalui Padang, Provinsi Sumatera Barat.
Kemudian, pada sektor jasa pengiriman juga telah terjadi gangguan pengiriman barang dari dan menuju Riau sehingga berdampak terhadap penurunan omzet jasa pengiriman barang yang mencapai 90%. Hal itu terjadi lantaran didorong oleh meningkatnya biaya distribusi hingga 60% jawaban pengalihan rute pengiriman barang melalui Padang, Provinsi Sumatera Barat.
Selain itu, penurunan omset juga didorong oleh komplain penalti atas keterlambatan pengiriman barang, terutama untuk produk makanan dan obat-obatan, serta penalti atas pengiriman atau billing statement perbankan. Imbasnya tentu akan memaksa perusahaan untuk melaksanakan efisiensi dengan mengurangi pengeluaran dari sisi tenaga kerja. Misalnya, perusahaan jasa kurir yang berkemungkinan akan merumahkan pegawai mereka untuk sementara hingga kondisi normal.
Untuk sektor perdagangan, penyedia fasilitas dan makan-minum, kala itu juga terjadi penurunan omzet restoran mencapai 30%, kemudian pembelian makanan di pinggir jalan turun 30% dan perdagangan di pasar tradisional juga turun mencapai 40-50%. Sebab utamanya yaitu keengganan masyarakat keluar rumah atau menurunnya kegiatan masyarakat yang balasannya mengikis permintaan.
Dan untuk penjulan makanan tradisional khas Riau misalnya, penurunan omzet mencapai 70-80% yang disebabkan oleh minimnya penerbangan sehingga sedikit tamu yang tiba ke Pekanbaru. Usaha perhotelan juga mengalami penurunan tingkat hunian sebesar 20% untuk hotel bintang empat dan lima, serta penurunan lebih dari 40% untuk hotel bintang tiga ke bawah. Selain itu, menurunnya kinerja perjuangan pemasok kebutuhan hotel lebih dari 40% mengakibatkan terganggunya pasokan barang-barang ke hotel yang menciptakan tergelincirnya kinerja hotel dan perjuangan turunannya. Sektor ini juga berpotensi merumahkan pegawai di toko dan penyedia buah tangan yang ujungnya akan mengerek tingkat pengangguran.
Untuk sektor perdagangan, penyedia fasilitas dan makan-minum, kala itu juga terjadi penurunan omzet restoran mencapai 30%, kemudian pembelian makanan di pinggir jalan turun 30% dan perdagangan di pasar tradisional juga turun mencapai 40-50%. Sebab utamanya yaitu keengganan masyarakat keluar rumah atau menurunnya kegiatan masyarakat yang balasannya mengikis permintaan.
Dan untuk penjulan makanan tradisional khas Riau misalnya, penurunan omzet mencapai 70-80% yang disebabkan oleh minimnya penerbangan sehingga sedikit tamu yang tiba ke Pekanbaru. Usaha perhotelan juga mengalami penurunan tingkat hunian sebesar 20% untuk hotel bintang empat dan lima, serta penurunan lebih dari 40% untuk hotel bintang tiga ke bawah. Selain itu, menurunnya kinerja perjuangan pemasok kebutuhan hotel lebih dari 40% mengakibatkan terganggunya pasokan barang-barang ke hotel yang menciptakan tergelincirnya kinerja hotel dan perjuangan turunannya. Sektor ini juga berpotensi merumahkan pegawai di toko dan penyedia buah tangan yang ujungnya akan mengerek tingkat pengangguran.
Menurut BI ketika itu, analisis dampak ekonomi kabut asap ini masih bersifat kajian awal alias datanya belum final lantaran belum semua kuisioner yang dikirim kepada responden diisi dengan lengkap. Artinya, hasilnya dapat saja lebih jelek dari angka yang dirilis BI dan sektor-sektor yang kena dampak boleh jadi lebih dari tujuh sebagaimana disebutkan di atas.
Pun dari sisi kesehatan, hasil rilis data dari BNPB juga menyebutkan lebih dari setengah juta jiwa menderita penyakit ISPA jawaban tragedi kabut asap, yakni sekitar 505.527 jiwa. Sebagian penderita telah mendatangi rumah singgah yang disediakan BNPB, namun sebagian besar lainnya menentukan untuk berdiam di dalam rumah.
Pun dari sisi kesehatan, hasil rilis data dari BNPB juga menyebutkan lebih dari setengah juta jiwa menderita penyakit ISPA jawaban tragedi kabut asap, yakni sekitar 505.527 jiwa. Sebagian penderita telah mendatangi rumah singgah yang disediakan BNPB, namun sebagian besar lainnya menentukan untuk berdiam di dalam rumah.
Mengapa saya memakai data pada 2015? Karena pada tragedi asap kali ini, yang sejatinya tak kalah dibanding 4 tahun lalu, pemerintah, terutama BI, tak lagi melaksanakan kajian serupa. Sehingga untuk mendapat citra implikatif dari tragedi asap tahun 2019, saya mencoba merefleksikanya dari data pada 2015. Dari citra tersebut, tentu dapat dibayangkan korelasi ekonominya terhadap daerah-daerah di Riau dan kawasan selain Riau ketika ini. Angka kerugiannya pastilah jauh lebih besar.
Peningkatan implikasi tersebut berlaku juga di kawasan terimbas lainnya, ibarat Sumbar, Jambi, Sumut, Bengkulu, dll. Belum lagi kalau diperluas ke pulau lainnya ibarat Kalimantan, tentu akan semakin melebar nominal dan persentase kerugiannya. Artinya, kabut asap akan menjadi variabel domestik komplemen yang akan ikut menjadi stimulus perlambatan ekonomi nasional di tahun ini dan mendatang lantaran terjadi pengurangan kegiatan ekonomi komersial di satu sisi dan menurunnya produktivitas masyarakat jawaban bahaya aneka macam penyakit di sisi yang lain.
Dan sangat disayangkan, hingga ketika ini masyarakat belum melihat agresi gerak cepat dari pemerintah untuk meredakan titik api yang sudah berjumlah ribuan. Sensitivitas pemerintah Jokowi sesi kedua terhadap tragedi asap tampak semakin menipis. Saat tragedi asap pada 2015, Vox Populi Center bersedia melaksanakan survei untuk mengambarkan bahwa tingkat ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani tragedi kabut asap justru semakin membesar.
Peningkatan implikasi tersebut berlaku juga di kawasan terimbas lainnya, ibarat Sumbar, Jambi, Sumut, Bengkulu, dll. Belum lagi kalau diperluas ke pulau lainnya ibarat Kalimantan, tentu akan semakin melebar nominal dan persentase kerugiannya. Artinya, kabut asap akan menjadi variabel domestik komplemen yang akan ikut menjadi stimulus perlambatan ekonomi nasional di tahun ini dan mendatang lantaran terjadi pengurangan kegiatan ekonomi komersial di satu sisi dan menurunnya produktivitas masyarakat jawaban bahaya aneka macam penyakit di sisi yang lain.
Dan sangat disayangkan, hingga ketika ini masyarakat belum melihat agresi gerak cepat dari pemerintah untuk meredakan titik api yang sudah berjumlah ribuan. Sensitivitas pemerintah Jokowi sesi kedua terhadap tragedi asap tampak semakin menipis. Saat tragedi asap pada 2015, Vox Populi Center bersedia melaksanakan survei untuk mengambarkan bahwa tingkat ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani tragedi kabut asap justru semakin membesar.
Ketika itu, Populi Center membagi survei ke kawasan terdampak asap dan tidak terdampak asap. Hasilnya, sebanyak 50.8% responden di kawasan tidak terdampak asap merasa tidak puas dan sangat tidak puas dengan kinerja Jokowi dalam menangani tragedi asap. Adapun di kawasan terdampak asap, sebanyak 60.8% responden menyatakan hal yang sama, yakni tidak puas dan sangat tidak puas. Dan lagi-lagi disayangkan, bukan saja sensitivitas pemerintah yang berkurang, di tataran masyarakat sipil juga dilanda hal yang sama, mengalami penurunan kepekaan.
Pendek kata, apapun justifikasi pemerintah hingga hari ini, faktanya ada tenggang rasa ekonomi politik yang hilang dari penguasa istana dan kalangan masyarakat sipil terkait tragedi kabut asap kali ini. Apakah rasa kemapanan politik di badan kekuasaan penguasa istana telah menciptakan penghuninya lupa bahwa sebagian paru-paru negara kita sedang terbakar?
Jannus TH Siahaan doktor Sosiologi Universitas Padjadjaran
Pendek kata, apapun justifikasi pemerintah hingga hari ini, faktanya ada tenggang rasa ekonomi politik yang hilang dari penguasa istana dan kalangan masyarakat sipil terkait tragedi kabut asap kali ini. Apakah rasa kemapanan politik di badan kekuasaan penguasa istana telah menciptakan penghuninya lupa bahwa sebagian paru-paru negara kita sedang terbakar?
Jannus TH Siahaan doktor Sosiologi Universitas Padjadjaran
Tulisan ini yaitu kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com
Belum ada Komentar untuk "Hilangnya Sensitivitas Terhadap Tragedi Asap"
Posting Komentar