Korea, Jerman, Dan Tki
Jumat, 25 Maret 2016
Tulis Komentar
Konten [Tampil]
Seoul -Anyonghaseo. Pembangunan bukan hanya disiapkan oleh konglomerat berduit. Kemilau aneka produk Korea Selatan juga atas jasa tenaga kerjanya yang berhasil "mencuril" ilmu di negara lain.
Berjalanlah ke Eropa Barat, Amerika hingga Rusia. Hampir semua orang niscaya punya pengetahuan perihal produk Korea, mulai dari mobil, alat rumah tangga hingga per-gadgetan yang super modern. Merek menyerupai Samsung hingga KIA mulai merajai. Sedikit banyak sudah menggeser singgasana produk negeri matahari terbit.
Budaya Korea juga booming. Kpop mulai mengguncang-guncang beberapa pojokan dunia. Gangnam, sebuah tempat elit menyerupai Menteng di Jakarta, tiba-tiba mencuat hanya alasannya yaitu sebuah nyanyian disertai tarian dengan hentakan tangan sederhana, Gangnam Style. Organisasi paling akbar di dunia pun dipimpin oleh seorang warga Korea, Ban Ki-moon. Begitulah Korea yang gres bangun tidur di era 1970-an itu kini mendunia.
Tenaga kerja Indonesia yang nyambi kuliah di Korsel (Foto: M Aji Surya/detikcom) |
Saya pun lebih terkesima dengan pernyataan seorang sejawat di ketika ngafe di pinggiran jalan kota Seoul awal tahun ini yang menceritakan jasa tenaga kerja Korea yang dikirim ke luar negeri menyerupai halnya TKI kita. "Di awal kebangkitannya, Korea was no body. Para pekerja itulah salah satu pemeran yang meletakkan fondasi bagi Korea yang modern," ujar mitra senior tersebut.
Sementara itu, sudah berapa banyak TKI yang Indonesia kirim ke banyak sekali pojokan dunia eh justru menuai kemirisan hati. Membuat bangsa kita terjebak dalam sebuah persepsi sebagai bangsa "pembantu". Malah, kini lebih dari 200 WNI di luar negeri terancam eksekusi mati lagi. Duh!
Menurut mitra saya tersebut, Korea pernah mengirim tenaga kerjanya besar-besaran ke Jerman. Bukan untuk menjadi pembantu rumah tangga, namun sebagai pegawai terampil madya di sektor manufaktur. Membuat baut, ngelas dan kerja menengah lainnya. Tentu saja, mereka mencari uang untuk dikirim ke kampung halaman.
Sisi menariknya adalah, lanjut sang kawan, Pemerintah Korea mempunyai jadwal yang lebih besar dalam pengiriman tenaga kerjanya. Sebagian dari mereka dibebani misi khusus, yakni belajar, atau dengan kata lain "mencuri ilmu". Program rahasia ini tampaknya berhasil dan bertahap Korea membangun industrinya yang mirip-mirip dengan Jerman. Pikiran mereka rupanya jauh menembus masa depan.
Mengapa Jerman bukan Amerika atau Rusia? Mungkin alasannya yaitu memang insan Jerman semenjak dulu dikenal sebagai langsung yang tangguh yang mengedepankan kualitas produk. Hanya kompromi dengan sempurna waktu dan presisi. Tidak peduli hasil hasilnya berupa produk dengan harga mahal.
Saya pun kemudian mereka-reka, merajut benang sejarah masa lalu, dengan produk Korea ketika ini. Ternyata benang merah itu ada. Lihat saja semangat Korea yang selalu ingin mengedepankan sempurna waktu dan presisi yang diejawantahkan dalam bentuk gajet hingga mobil. Hape Korea kini sudah menggulung nama-nama besar dari Eropa dan Jepang. Bahkan selalu face-to-face dengan produk adidaya Amerika. Mobil Korea bersliweran di banyak sekali pojokan dunia. Kosmetiknya digunakan di mana-mana.
Salah satu logo produk populer Korea (Foto: M Aji Surya/detikcom) |
Berkiblat dengan Jerman rupanya tidak salah, persis sebagaimana yang dilakukan Habibie dan sebagian masyarakat Indonesia. Bahkan pengkiblatan ini tampaknya masih berlaku hingga kini di Korea. Lihat saja di jalanan di negeri ginseng, 90 persen kendaraan beroda empat buatan aneh yaitu bikinan Jerman: Mercedes, BMW, Audi dan VW.
Saya kemudian melaksanakan refleksi diri. Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) pembantu rumah tangga ke banyak sekali negara, walaupun dilakukan seabad lamanya dipastikan tidak dapat "mencuri ilmu". Tidak akan dapat melaksanakan transfer of technology. Semata-mata hanya mengeruk uang "koin".
Namun yang harus menjadi konsen Pemerintah yaitu TKI yang dikirim ke Korea, khususnya di bidang manufaktur. Mereka melaksanakan pekerjaan yang tidak mengecewakan berteknologi sehingga kaya pengalaman. Bila mantan TKI Korea digabung dengan mantan trainee dari Jepang, bukankah itu sebuah perkumpulan masyarakat yang dapat menciptakan pembangunan bergulir lebih cepat? Aha!
Sumber detik.com
Belum ada Komentar untuk "Korea, Jerman, Dan Tki"
Posting Komentar