Esemka Dan Lemah Mental
Rabu, 18 September 2019
Tulis Komentar
Konten [Tampil]
Jakarta -
Aneh bin ajaib, keberhasilan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) meluncurkan produk kendaraan beroda empat bermerek Esemka berjulukan Bima versi 1.2 dan 1.3 pada 6 September 2019 malah ditanggapi negatif oleh beberapa tokoh dan elemen masyarakat. Esemka dituding dan dicurigai melaksanakan manipulasi produk kendaraan beroda empat buatan China, yakni hanya berganti merek belaka.
Sungguh mengherankan, di tengah fasilitas mengakses informasi kini ini, masih saja ada orang-orang yang buta atas perkembangan teknologi dan industri automotif di Tanah Air, sehingga mengalirkan perasaan minder dan lemah mental kepada rakyat Indonesia.
Tudingan Negatif
Coba saja dengar nyinyiran petinggi Partai Gerindra Andre Rosiade yang menuding kendaraan beroda empat Esemka menyerupai dengan produk China. Bahkan hingga dibilang hanya ganti logo saja. Bahkan, Ketua DPP PAN Yandri Susanto pun hingga menyampaikan bahwa kendaraan beroda empat Esemka sangat menyerupai dengan salah satu kendaraan beroda empat buatan China, Changan.
Bukan sekali ini saja tokoh-tokoh bangsa memandang remeh kemajuan bangsa sendiri. Sering kali terdengar banyak sekali pendapat yang menganggap bangsa Indonesia tak bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa asing. Di mata mereka Indonesia masih menyerupai masa gres merdeka yang punya banyak persoalan tak terselesaikan sepanjang Indonesia merdeka. Mereka memandang Indonesia sebelah mata, remeh, dan terbelakang.
Pandangan miring tersebut merupakan refleksi lemah mental (inferiority complex) akut, sebuah perasaan minder yang beranggapan bangsanya masih terbelakang. Fakta dan data meski menandakan sebaliknya, namun perasaan sebagai bangsa yang pernah dijajah bangsa asing beratus tahun terus menggelayuti. Bangsa ini dilemahkan dan diremehkan justru oleh mereka yang bergotong-royong berkewajiban menggelembungkan rasa optimis kepada rakyat Indonesia dengan menyampaikan banyak sekali prestasi yang diraih negaranya.
Padahal kenyataan tak selalu berbanding lurus dengan perasaan minder. Berbagai kemajuan teknologi dan prestasi anak bangsa tak kalah dengan negara tetangga. Jika melihat kenyataan perkembangan industri kendaraan beroda empat di Tanah Air misalnya, maka keberadaan kendaraan beroda empat Esemka tidaklah mengejutkan. Perkembangan industri kendaraan beroda empat di Indonesia termasuk pesat di Asia Tenggara, berada di bawah Thailand, yang telah usang dijuluki sebagai Detroit-nya Asia Tenggara. Detroit yaitu daerah industri otomotif utama Amerika Serikat.
Pesatnya industri kendaraan beroda empat di Indonesia tak lepas dari impian pemerintah --sejak tahun 2015-- menjadi sentra regional produksi mobil-mobil LCGC (Low-cost green car), yaitu kendaraan beroda empat berkapasitas mesin 1.200 kubik sentimeter dengan bensin beroktan minimum 92,5. Beberapa merek Mobil LCGC produksi kita antara lain Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki ,dan Nissan. Di pasaran kendaraan beroda empat tersebut dikenal dengan banyak sekali nama, menyerupai Agya, Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, Honda Brio Satya, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat juga mobil-mobil yang berkapasitas silinder lebih besar yang juga telah diekspor ke luar negeri, menyerupai Toyota Avanza, Toyota Fortuner, Toyota Innova, Nissan Grand Livina, Nissan Tera, Nissan X-TRAIL, Honda Freed, Chevrolet Spin, Suzuki Ertiga, Suzuki Ignis, dan sebagainya. Pasar-pasar ekspor yang paling penting yaitu Thailand, Saudi Arabia, Filipina, Jepang, dan Malaysia.
Setidaknya ada enam pabrikan yang aktif mengekspor kendaraannya dari Indonesia ke luar negeri. Di antaranya yakni Daihatsu, Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Hyundai, dan Hino. Yang menarik yaitu ekspor CBU (completely built-up); ini artinya sudah diproduksi dalam bentuk unit kendaraan beroda empat utuh. Mengutip data ekspor CBU yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), kendaraan beroda empat yang diekspor ke luar negeri terbilang bervariasi. Ada model sport (sport utility vehicle, SUV), serbaguna (multipurpose vehicle, MPV), hingga pikap.
Salah satu kendaraan beroda empat popular di banyak sekali negara kreasi anak bangsa yaitu Kijang Inova. Mobil berkelas tersebut bukan saja dibentuk oleh tenaga kerja dan tenaga jago yang berasal dari anak bangsa, malah onderdil (suku cadang) sudah 92 persen berasal dari lokal. Bahkan, kendaraan beroda empat Daihatsu Granmax sejatinya benar-benar buatan Indonesia, mulai rancang bangun, produksi, dan pemasaran. Kandungan lokal malah mencapai 100 persen.
Jadi, sebelum Esemka muncul di pasaran, produksi kendaraan beroda empat di Indonesia telah merambah pasar ekspor dan terkenal di banyak sekali negara. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), ekspor Indonesia sepanjang 2018 tercatat sebanyak 264.553 unit. Beberapa pabrikan mengekspor kendaraan beroda empat buatan Indonesia dalam bentuk utuh (CBU). Tapi, ada juga yang mengekspor dalam bentuk terurai dan ekspor komponennya saja.
Penghibur Hati
Mobil Esemka menjadi penawar sedingin (penghibur hati) di tengah perkembangan industri kendaraan beroda empat di Indonesia yang didominasi merek dari negara lain. Meskipun sparepart Esemka belum 100 persen berasal dari lokal, namun potensi memakai sparepart buatan Indonesia terbuka luas, mengingat perkembangan industri kendaraan beroda empat sangat pesat.
Tudingan miring yang selalu merendahkan kemajuan bangsa ini berbahaya bagi kemajuan bangsa ke depan. Sebagai bab dari rakyat Indonesia, apalagi berasal dari partai politik yang berkedudukan sebagai wakil rakyat dan pejabat publik, maka ajukan dan cemooh yang bernada merendahkan potensi bangsa bukan sekadar manuver politik, terlebih lagi sebagai ungkapan rasa minder, lemah mental, tak percaya kepada kemampuan bangsa.
Arfanda Siregar dosen Manajemen Industri Politeknik Negeri Medan
Tulisan ini yaitu kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com
Belum ada Komentar untuk "Esemka Dan Lemah Mental"
Posting Komentar