Dikira Nasrani, Suhardi Alius Jadi Pengayom Mantan Teroris
Sabtu, 20 Juli 2019
Tulis Komentar
Konten [Tampil]
Jakarta -Seorang habib dari Jakarta Utara pernah memprotes Kapolri Jenderal Da'í Bachtiar alasannya dianggap tidak sensitif. Sebagai pejabat tinggi yang kerap bekerjasama dengan kaum muslim, seharusnya ia tak menentukan sekretaris pribadi beragama Nasrani, Suhardi Alius.
Bertahun kemudian, ketika akan mengisi kuliah umum di salah satu universitas di Yogyakarta, ada anggota panitia yang memprotes kehadiran Suhardi. Dia dipersoalkan dalam program yang digelar Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia itu alasannya dianggap Nasrani.
"Padahal alhamdulillah saya itu sudah haji pada 1996, ketika masih kapten," kata Suhardi Alius mengisahkan pengalamannya ketika ditemui detikcom, Rabu (17/7).
Meski terlahir dari keluarga Minang, Suhardi juga fasih berbahasa Sunda. Maklum, selepas dari Akademi Kepolisian 1985, ia bertugas sebagai reserse di Polresta Bandung. Setahun kemudian dipercaya menjadi Kapolsek di Cimahi. Suhardi pernah menjadi penguasa keamanan di tatar Sunda ketika menjadi Kapolda Jawa Barat, Juni sampai November 2013.
Penulis mulai mengenal sosok Suhardi Alius pada 2013. Itu pun cuma melalui dua buku yang ditulisnya Masa Depan Hutan Indonesia dan Mengubah Pelayanan Polisi Republik Indonesia dari Pimpinan ke Bawahan. Buku kedua terbit di tengah euforia warga Jakarta terhadap sosok Gubernur DKI Jokowi Widodo, yang gemar blusukan. Dari buku tersebut terungkap bahwa Suhardi bahu-membahu juga blusukan semenjak 2004 ketika menjabat Kapolres Jakarta Barat. Cuma ia menyebutnya sebagai keluyuran.
Kebiasaan itu kembali dilakukan semasa menjadi Wakapolda Metro Jaya, 2011-2012. Setiap malam ia biasa menyamar. Cuma mengenakan jaket kulit, jins belel, dan sandal jepit, ia menyambangi pos-pos polisi. Dari situ ia mengetahui persis kesiapsiagaan sampai gaya abdnegara di lapangan dalam melayani warga.
Nama Suhardi Alius menuai decak kagum ketika Kapolri Jenderal Sutarman mempercayainya sebagai Kepala Bareskim. Untuk jabatan bintang tiga itu, Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menyebut Suhardi sangat istimewa alasannya melompati lima angkatan, 1980-1984.
Semua itu tak lepas dari rekam jejaknya yang cemerlang. Suhardi dikenal luwes dan hangat. Juga lurus dan sederhana. Di mana pun ia ditempatkan, semua kiprah dan tanggung jawab diembannya dengan cekatan. Neta mencontohkan, ketika menjadi Wakapolda Metro Jaya yang sering blusukan di lapangan, ia dapat meredam aksi-aksi demonstrasi dengan elegan. Mulai demonstrasi menentang kenaikan harga BBM di dewan perwakilan rakyat maupun agresi bakar kendaraan beroda empat polisi di depan kantor YLBHI.
"Waktu jadi Kapolda Jabar, ia cepat turun ke lapangan untuk mengendalikan konflik antar anggota Brimob dan Tentara Nasional Indonesia di Karawang pertengahan November 2013," ujarnya.
Selama 14 bulan memimpin Bareskrim, para penggerak pemberantasan korupsi banyak yang memujinya. Sebab, pada masa itulah relasi Polisi Republik Indonesia dan KPK benar-benar harmonis. Dia menyokong penuh kerja-kerja KPK. Terkait praktik pungutan liar di Bandara Soekarno-Hatta kepada para TKI, misalnya. Bersama pimpinan KPK, Suhardi terlibat eksklusif menertibkan praktik pemerasan di sana. Hasilnya, enam petugas diamankan.
Ia juga menjalin sinergi dengan Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sampai Direktorat Jenderal Pajak. Para pengemplang pajak dapat eksklusif dipidanakan atau menentukan bayar pajak. Efeknya, penerimaan pajak meningkat signifikan.
"Sebenarnya polisi jujur itu masih banyak, tidak seluruhnya sinisme Gus Dur ihwal polisi mengandung kebenaran, salah satunya ialah Suhardi Alius," puji mantan Ketua PP Muhammadiyah Prof Ahmad Syafii Maarif dalam buku Integritas di Tengah Kabut Idealisme.
Kiprah suami dr Riri Nusrad Kanam itu di Bareskrim terhenti semenjak 16 Januari 2015. Dia digeser ke Lemhannas sebagai Sekretaris Utama. Ia dituding memasok data ke KPK ihwal rekening gendut milik Komjen Budi Gunawan (BG), yang menjadi calon tunggal Kapolri. Tak usang sesudah BG dicalonkan Presiden Jokowi, KPK malah menetapkannya sebagai tersangka korupsi.
Saat kembali disinggung gosip tersebut, Suhardi menggeleng. "Saya tidak pernah punya problem dengan Pak Budi," ungkapnya singkat.
Meski cuma menjabat sampai Juli 2016, Suhardi meninggalkan jejak fatwa yang baik di Lemhannas. Ia menuangkannya dalam buku setebal 125 halaman. Judulnya Resonansi Kebangsaan: Membangkitkan Nasionalisme dan Keteladanan. Buku ini diluncurkan pada Februari 2019.
Saat dilantik Presiden Jokowi, 20 Juli 2016, sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), banyak orang mengira ia akan bertindak sangat keras. Maklum, Suhardi usang di reserse. Nyatanya?
Dia memang tetap tegas dalam menegakkan hukum. Tapi, dengan sokongan sejumlah jago agama, hukum, psikologi, sosiologi, sampai relasi internasional, ibarat Prof Nasaruddin Umar, Azyumardi Azra, Hamdi Muluk, dan Hikmahanto Juwana, pendekatan yang lebih humanis dikedepankan.
Terhadap para mantan teroris, ia dengan tekun melaksanakan pendekatan dan merangkul mereka. Suhardi membantu pembangunan masjid dan pengelolaan yayasan yang dikelola mantan napi terorisme Bom Bali Ali Fauzi di Tenggulun, Lamongan. Juga membangun Pondok Pesantren Al-Hidayah di Deli Serdang, Sumatra Utara, asuhan mantan teroris Khairul Ghazali.
Selain itu, ia memprakarsai pertemuan 100 mantan napi teroris dan keluarga korban dalam satu lembaga bertajuk 'Silaturahmi Kebangsaan'. Untuk meningkatkan ekonomi para mantan napi dan penyintas, ia juga membantu mendirikan "Pop Warung" di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Di sisi lain, untuk mendeteksi dan mengikis infiltrasi paham radikalisme, Suhardi rajin berkeliling kampus untuk berdialog dengan segenap sivitas akademika. Juga menggandeng sejumlah kementerian dan pemda untuk membangun infrastruktur di kawasan miskin dan membuka lapangan pekerjaan.
Banyak negara memberi apresiasi positif. Suhardi pun harus berkeliling dunia banyak sekali pengetahuan dan pengalaman soal gosip tersebut. Dia berbicara di kantor PBB di New York, Jerman, Belanda, Prancis, Rusia, Arab Saudi, Maroko, Yordania, Australia, Selandia Baru, serta negara-negara ASEAN.
"Pekan depan saya juga diundang ke Amerika untuk berbicara soal deradikalisasi," kata Suhardi.
Wakil Presiden Bundeskriminalamt (Badan Antiteror Jerman) Michael Kretschmer ketika bertamu awal Juli kemudian juga meminta biar BNPT mengirimkan para ahlinya ke sana.
Tak cuma jadi pembicara, master aturan dari UGM itu juga menuangkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bentuk buku. Februari kemudian ia merilis 4 buku: Memimpin dengan Hati, Bunga Rampai Penanggulangan Terorisme, Menjalin Sinergi, dan Resonansi Kebangsaan.
"Ah, itu bukan bukulah. Cuma coretan-coretan fatwa dan pengalaman saya. Kadang saya ngomong, direkam, terus ditranskrip oleh staf," ungkapnya merendah.
Ihwal kepiawaiannya menulis tak lepas dari kiprah Suhardi ketika menjadi staf jago dan sekretaris pribadi empat Kapolri. Ia secara berturut melayani Jenderal Surojo Bimantoro, Da'í Bachtiar, Sutanto, dan Bambang Hendarso Danuri. "Saya nyaris jadi sekretaris pribadi dan staf jago abadi," ungkapnya berseloroh.
Simak Video "Besok 6 Polisi Akan Jalani Sidang Terkait Kasus Tewasnya Mahasiswa di Kendari"
[Gambas:Video 20detik]
Sumber detik.com
Belum ada Komentar untuk "Dikira Nasrani, Suhardi Alius Jadi Pengayom Mantan Teroris"
Posting Komentar